Rabu, 04 Juli 2012

Pengaruh Perkembangan Teknologi Komunikasi


Pengaruh Perkembangan Teknologi Komunikasi
Saat ini, selain disibukkan oleh upaya penemuan maupun pengembangan-pengembangan sarana teknologi komunikasi yang lebih baik, masyarakat juga mulai melakukan penelitian-penelitian mengeai dampak dari perkembangan teknologi komunikasi tersebut.
Globalisasi media massa berawal pada kemajuan tekhnologi komunikasi dan informasi semenjak dasawarsa 1970-an. Dalam pengertian itulah kita bertemu dengan beberapa istilah populer, banjir komunikasi, era informasi, masyarakat informasi atau era satelit.
Perkembangan masyarakat yang dipacu oleh kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap kemekaran media massa, tetapi dilain pihak secara timbal-balik ini menimbulkan dampak yang teramat kuat pula terhadap masyarakat. Para pakar komunikasi mengkhawatirkan pengaruh media massa ini bukannya menimbulkan dampak yang positif konstruktif, melainkan yang negatif destruktif. Lalu para pakar komunikasi mempertanyakan fungsi media massa itu.[17]
Arus informasi meluas keseluruh dunia, globalisasi informasi dan media massa pun menciptakan keseragaman pemberitaan maupun preferensi acara liputan. Pada akhirnya, sistem media masing-masing negara cenderung seragam dalam hal menentukan kejadian yang dipandang penting untuk diliput.
Peristiwa yang terjadi di suatu negara, akan segera mempengaruhi perkembangan masyarakat di negara lain. Atau dengan kata lain, menurut istilah John Naisbitt dan Patricia Aburdence dalam bukunya Megatrend 2000 (1991), dunia kini telah menjadi ‘global village’.
Revolusi informasi dan komunikasi telah melahirkan peradaban baru, sehingga mempermudah manusia untuk saling berhubungan serta meningkatkan mobilitas sosial. Disamping itu, kemajuan tekhnologi informasi dan komunikasi pun mampu mengatasi jarak ruang dan waktu.
Salah seorang pakar komunikasi Abdul Muis, dalam tulisannya di majalah Analisis CSIS (1991) menyebutkan, “… kemajuan tekhnologi komunikasi dan informasi menghadirkan aneka ragam saluran (media) yang kian lama kian canggih dan memungkinkan segala macam kejadian.”
Akan tetapi di lain sisi, globalisasi informasi dan komunikasi tidaklah sepenuhnya membawa kebahagiaan bagi semua orang, masyarakat atau bangsa. Pengetahuan dan preferensi yang cenderung seragam terhadap informasi di masing-masing negara justru dapat menumbuhkan perbedaan atau kesenjangan internasional dalam berbagai bidang. [18]
Terjadinya pemekaran jenis-jenis media sebagai akibat kemajuan tekhnologi komunikasi dan informasi yang luar biasa, globalisasi media pun meningkat dalam kualitas jaringan internet global (cybercommunication) telah menciptakan sebuah jalan raya yang syarat informasi yang amat luas dan seakan-akan tidak berujung (information super haigway) komunikasi internet cenderung menjadi sebuah jenis media massa baru, karena penggunaan internet sudah massal.
Internet diibaratkan sebuah “dunia maya’ (dunia mimpi) tatkala TV telah menjadi begian terpenting dalam budaya komunikasi umat manusia “istilah kodok dalam tempurung” sudah mulai berubah tempurung kepala mulai berlubang-lubang kata seorang pengamat komunikasi manca negara. Dan kodok yang sudah lama tinggal di dalamnya sudah mulai bisa melihat ke seluruh pelosok dunia (TV disebut jendela dunia).
Sedangkan ketika kemudian muncul internet yang membentuk jaringan komunikasi dan informasi sejagat. Tempurung kepala itupun terbalik. Akibatnya sang kodok memperoleh kekuasaan meloncat-loncat ke seluruh dunia dengan kendaraan komputer.
Sebagai konsekuensi keberadaan cybercom, agaknya diperlukan undang-undang hukum pidana yang mengatur jaringan internet global ata antar bangsa (international cyberlow) untuk bekerja sama untuk melawan dampak burukcybercom atau yang merugikan nilai-nilai budaya sutu bangsa.
Dalam globalisasi media massa (yang di perkuat dengan kemunculan berbagai saluran komunikasi massa yang kian canggih khususnya internet). Globalisasi media massa cenderung mendorong perluasan aspirasi kebebasan menyatakan pendapat atau kebebasan informasi di masing-masing negara.
Di Indonesia aspirasi kebebasan itu ingin mengutamakan pembatasan yuridis melalui pengadilan. Namun, karena sistem yang berlaku di zaman orde baru tidak/belum memungkinkan hal itu, maka aspirasi kebebasan itu lebih pada hiburan yang kurang sehat justru tidak lagi sesuai dengan tuntutan sistem budaya (norma-norma agama) terjadi secara kontroversi atau kejanggalan.
Khalayak media dalam globalisasi informasi berdiri di tengah-tengah polusi kebudayaantanpa perlindungan karena institusi-institusi tradisional tidak lagi sanggup berperan sebagaimana mestinya.
Arus globalisasi informasi (yang membawa nilai-nilai baru bagi Indonesia). Globalisasi media massa dapat berdampak keresahan dan gejolak sosio cultural di masing-masing negara. Hal itu disebabkan oleh pengaruh media global (informasi global).
Meskipun demikian, bagi bangsa Indonesia agaknya tolak ukur atau acuan dasar yang masih bisa diandalkan untuk memahami arus globalisasi nilai(yang dibawa oleh globalisasi media massa dan informasi) ialah nilai-nilai agama.
Pada dekade 1950-an, pemerintah di negara-negara berkembang memanfaatkan radio siaran untuk menyebarkanpesan-pesan pembangunan, terutama bidang pertanian, yang di tujukan kepada masyarakat pedesaan. Komunikasi pembangunan melalui radio siaran itu oleh para ahli komunikasi dinilai efektif, terutama setelah dikembangkannya Radio Farm Forum yang kemudian di Indonesia dikenal sebagai kelompok pendengar.
Berkembangnya Radio Farm Forum ittu adalah berkat kegiatan UNESCO yang pada tahun 1956 menetapkan India untuk benua Asia dan Ghana benua Afrika sebagai pilot projectguna menerapkan pola Kanada sebagai negara yang pertama kali melaksanakan gagasan Radio Farm Forum. Indonesia mengembangkan Radio Farm Forum atau kelompok pendengar itu sejak bulan September 1969.
Apabila komunikasi melalui radio tidak menimbulkan dampak negatif pada masyarakat, tudak demikian dengan media televisi.
Negara-negara berkembang mengoperasikan televisi siaran mulai dekade 1905-an. Filipina memulainya pada tahun 1952, Indonesia pada tahun 1962, Malaysia dan Singapura pada tahun yang sama, yakni tahun 1963.
Daya tarik media televisi sebagai media elektronik, setelah memasyarakatnya media radio sifatnya aural (hanya dapat didengarkan), televisi sifatnya audio-visual (selain dapat didengarkan, juga dapat dilihat) dan segala sesuatunya berlangsung “hidup”, seolah-olah khalayak berada di tempat peristiwa yang disiarkan oleh pemancar televisi.[19]
Selain menayangkan berita-berita musibah, televisi ternyata juga menjadi slauran produksi dari beberapa karya sinematografi dan sinema elektronik, baik dalam bentuk film maupun “live music”. Kebebasan media tv dalam menayangkan film-film yang berbau porno, sadis atau menyangkut SARA, sering menimbulkan polemic da konflik di antara pakar-pakar komunikasi massa, para agamawan, bahkam kaum moralis.[20]
Kita akan melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap khalayak dengan mengulas secara sepintas penjelasan Melvin Defleur dan Sandra Ball-Rokeach tentang teori-teori komunikasi dan pendekatan motivasional dari model uses and gratification (penggunaan dan pemuasan).
Teori Defleur dan Ball-Rokeach tentang pertemuan dengan Media
Pertemuan antara khalayak dan media berdasakan tiga karangka teoritis:
a. Perspektif perbedaan individual memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan, dan bagaimana dia memberi makna dari stimuli tersebut.
b. Perspektif kategori sosial berasumsi bahwa di dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial, yang reaksinya pada stimuli tertentu cenderung sama.
c. Perspektif hubungan sosial menekankan pentingnya peranan hubungan sosial yang informal dalam mempegaruhi reaksi orang terhadap media massa.[21]
Sesuai dengan tujuannya, komunikasi massa mempunyai fungsi untuk memberikan kinformasi, menghibur dan mempegaruhi. Sudah dapat dipastikan, bahwa komunikasi akan memberikan dampak atau pengaruh terhadap pembaca, pendengar dan penontonnya. Apabila pengaruhnya tidak ada, maka tujuan komunikasi itu sendiri tidak berjalan.
Dampak komunikasi massa, selain positif juga mempunyai dampak negatif. Pengelola komunikasi massa dapat dipastikan tidak berniat untuk menyebarkan dampak negatif kepada khalayaknya. Semua orang menginginkan pengaruh yang positif. Apabila terdapat dampak negatif, bisa dikatakan sebagai efek samping. Namun efek samping itu cukup membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat banyak.



Komunikasi massa harus mempunyai efek menambah pengetahuan, mengubah sikap, dan menggerakan perilaku kita. Efek yang terjadi pada komunikasi tersebut terdapat pada tiga aspek. Ketiganya adalah efek kognitif, afektif, dan behavioral.
1.Efek Kognitif
Pembaca suratkabar atau majalah, pendengar radio, dan penonton televise merasa mendapatkan pengetahuan setelah membaca, mendengar, dan menonton. Banyak ilmu pengetahuan yang diperoleh dari komunikasi tersebut, sehingga komunikasi atau media massa dijadikan sebagai kebutuhan utama setiap hari. Apabila media massaaa tersebut telah berhasil menambah wawasan atau pengetahuan, maka sudah dapat dilihat bahwa komunikasi massa telah mempunyai pengaruh secara kognitif.
2. Efek Efektif
Komunikasi massa juga akan memberikan dampak atau efek efektif kepada khalayaknya. Efek efektif lebih berkonotasi kepada perubahan sikap dan perasaan. Dalam membaca berita sedih dalam majah atau suratkabar, seseorang juga terseret perasaan sedih. Demikian juga sebaliknya, orang akan merasa gembira ketika menonton peristiwa lucu di televise. Tidak ada orang yang merasa gembira, ketika mendengar dari radio berita jatuhnya pesawat terbang yang mengakibatkan ratusan penumpang meniggal seketika.
3. Efek Behavioral
Setelah mendapatkan ilmu atau pengetahuan, lalu merasakan sesuatu, maka efek yang terakhir dari komunikasi adalah berubahnya perilaku dari pembaca, pendengar, dan penonton. Bila televisi menyebabkan anda lebih mengerti bahasa Indonesia, maka televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila anda membaca penderitaan orang miskin, lalu tergerak untuk membantunya, maka itu dinamakan efek prososial efektif. Tetapi bila anda telah mengirimkan wesel kepada penderita tersebut, maka itu disebut efek prososial behavioral.[22]
Lapangan dampak atau efek komunikasi massa beradapada ketiga sector tersebut, yakni pada pengetahuan (kognitif), perasaan (afektif), dan sikap perilaku (behavioral).
Selain itu, bila ditinjau dari fungsinya media massa atau media komunikasi memiliki pengaruh persuasif.
Apa persuasif itu? Banyak definisi yang dikemukakan: mengubah sikap dan perilaku orang dengan menggunakan kata-kata lisan dan tertulis, menanamkan opini baru, dan usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan, atau perilaku orang melalui transmisi pesan.[23] Maka persuasi adalah suatu proses timbale balik yang di dalamnya komunikator, dengan sengaja atau tidak, menimbulkan perasaan responsif pada orang lain.[24]
Dalam buku Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy. M. A.: pengertian komunikasi persuasif adalah komunikasi yang dilakukan agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau keyakinan, dan lain-lain.
Di dalam masyarakat demokrasi, maka persuasif bukan merupakan pembujukan terhadap seseorang ataupun suatu kelompok untuk menerima pendapat yang lain. Akan tetapi persuasif merupakan suatu tekhnik mempengaruhi manusia dengan memanfaatkan atau menggunakan data dan fakta psikologis dan sosiologis dari komunikasi.

Masing-masing media massa mempunyai kelebihan dan kelemahan. Namun yang kelihatan sama adalah ciri-ciri dari komunikasi massa tersebut, sebagai berikut:
1. Komunikasi Satu Arah, di mana semua media massa tadi dilancarkan oleh sumbernya kepada khalayak ramai tanpa dapat diresponi pada waktu bersamaan sebagaimana terjadi pada komunikasi personal. Antara komunikator dan komunikan tidakdapat merasakan reaksi masing-masing.
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga, yakni informasi yang disiarkan bersumber dari satu lembaga, kecuali internet yang dapat disiarkan orang secara pribadi. Sebagai komsekuansi institusi, seorang yang memiliki informasi barudapat menyiarkan setelah bekerjasama dengan orang lain dalam lembaga tersebut. Seorang wartawan yang telah menulis berita belum serta merta dapat menyiarkannya kepada pembacanya tenpa dibantu oleh pekerja lain di redaksi atau percetakan.
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum. Media massa tidak akan menyiarkan informasi yang bersifat khusus seperti pesan yang hanya diperlukan seseorang atau kelompok tertentu. Informasi yang disiarkan adalah informasi yangdiperlukan orang banyak.
4. Media Komunikasi massa menimbulkankeserempakkan. Artinya dalam waktu yang bersamaan, masyarakat banyak dapat mengetahi informasi secara serentak. Misalnya siaran televisi.
5. Komunikan komunikasi massa heterogen. Media massa tidak dapat menyiarkan informasi hanya untuk jenis orang tertentu saja. Dengan kata lain pembaca tak dapat dibatasi untuk orang tertentu. Tetapi ia memberikan porsi untuk semua orang tanpa memandang umur, jenis kelamin, bangsa dan siapa saja yang dapat membaca, mendengar dan menontonnya.[25]
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa perkembangan teknologi komunikasi yang diawali oleh penemuan alat pencetak huruf di Cina dulu, telah mendorong manusia untuk semakin menyempurnakan sarana-sarana komunikasi yang ada. Hal ini terjadi karena setelah ditemukannya sesuatu, pada umumnya orang-orang kemudian akan menemukan kekurangan-kekurangan dari sesuatu itu. Kekurangan-kekurangan inilah yang menjadi landasan pemikiran keinginan para ilmuwan untuk menemukan teknologi komunikasi yang lebih efisien.
Kehadiran beragam sarana teknologi komunikasi memberikan efek yang beragam pula kepada masyarakat. Adanya pengaruh-pengaruh inilah yang juga kemudian menarik sejumlah kalangan untuk mengadakan penelitian-penelitian seputar dampak media komunikasi, agar masyarakat tahu dan memikirkan cara penanggulangan dampak negatif media massa guna meningkatkan fungsinya yang positif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar